Selasa, 11 Oktober 2011

Ukir Namaku

Oleh: Andari Jamalina Pratami

Ukirlah namaku pada sebatang pohon. Manakala angin berhembus tetap tinggal ia melekat menjadi sebuah prasasti. Ketika tumbang pun ia masih akan tetap di sana. Mengakar abadi bersama waktu.

Jangan kau coba tulis namaku di atas ribuan butir pasir pantai. Niscaya ombak tak segan menerjangnya. Menghapusnya bahkan ketika kau berpaling sedetik daripadanya.

Ukir namaku dalam hatimu. Ukir saja, tapi bukan dengan torehan tinta. Layaknya seorang seniman hendak mengukir sejarah di atas batu. Ukir namaku dalam hatimu, bukan dalam pikiranmu. Karena pikiran bisa saja melupakan, tapi hati akan selalu merasakan.

Untitled

Oleh: Andari Jamalina Pratami

Ini masih perjuangan. Perjuangan yang dilumuri dengan bumbu pengorbanan. Memang begitu bukan? Lagipula kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi bila kitapun tidak mencoba. Tidak bicara atau tidak bertindak. Lebih baik melakukan sebuah pergerakan daripada hanya diam di tempat.
Bukankah pohon tidak akan menjadi sebuah pohon sebelum ia hanyalah sebuah tunas, akar, dan batang kecil dengan beberapa helai daun? Bukankah tulisan ini tidak akan menjadi sebuah paragraf sempurna sebelum aku mengakhirinya?

Tidak cukup dengan satu langkah. Perubahan butuh totalitas.

Pilihanku adalah kejujuran hati nurani dan aku belajar bahwa tidak ada pilihan yang tanpa resiko. Yang terpenting adalah bagaimana kita menjalaninya, menatap ke depan, menghadapi setiap rintangan, dan memikul tanggung jawab ini.
Semua ada di kepalaku. Bingung mana yang hendak kutumpahkan terlebih dahulu. Aku tidak lemah tapi aku juga tidak sehebat Wonderwoman. Aku cuma manusia biasa yang mencoba melakukan sesuatu yang luar biasa. Apakah sesuatu yang luar biasa itu? Sesuatu yang dikerjakan dengan niat ikhlas dan tanggung jawab besar dengan doa menyertainya. Itu sulit dan mungkin terlihat tidak hebat. Tapi buatku, bilamana aku bisa lakukan itu, itu sesuatu yang luar biasa.